Latest News

Senin, 24 Maret 2014

Pembangunan Kota Berkelanjutan

PEMBANGUNAN KOTA BERKELANJUTAN


Pengertian Pembangunan Berkelanjutan


Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris,sustainable development. Istilah pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (StrategiKonservasi Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World WideFund for Nature (WWF) pada 1980. Pada 1982, UNEP menyelenggarakan sidang istimewamemperingati 10 tahun gerakan lingkungan dunia (1972-1982) di Nairobi, Kenya, sebagai reaksi ketidakpuasan atas penanganan lingkungan selama ini. Dalam sidang istimewa tersebut disepakati pembentukan Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (World Commissionon Environment and Development - WCED). PBB memilih PM Norwegia Nyonya Harlem Brundtland dan mantan Menlu Sudan Mansyur Khaled, masing-masing menjadi Ketua dan Wakil Ketua WCED. Menurut Brundtland Report dari PBB (1987), pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”.
Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

Indikator / Kriteria Pembangunan Berkelanjutan


Secara umum konsep pengembangan kota berkelanjutandidefinisikan sebagai pengembangan kota yang mengedepankanadanya keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial-budaya danlingkungan hidup. Keseimbangan ini penting untuk menjamin adanya keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya alam yangtersedia, tanpa mengurangi peluang generasi yang akan datang untuk menikmati kondisi yang sama.0 Januari 2009 pukul 1Phase 1 Phase 2 Phase 3
Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikatorpembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut diatas, yaitu aspek ekonomi,ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Djajadiningrat(2005) dalam bukuSuistanable Future: Menggagas Warisan Peradaban bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran Surna Tjahja Djajadiningrat, menyatakan bahwa dalam pembangunan yangberkelanjutan terdapat aspek keberlanjutan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Keberlanjutan Ekologis
2. Keberlanjutan di Bidang Ekonomi
3. Keberlanjutan Politik
4. Keberlanjutan Sosial dan Budaya
5. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan
Prof. Otto Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan enam tolak ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun didaerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses. pembangunan berkelanjutan. Keenam tolok ukur itu meliputi:
a. Pro Ekonomi Kesejahteraan, maksudnya adalah pertumbuhan ekonomi ditujukan untukkesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi inovatif yangberdampak minimum terhadap lingkungan.
b. Pro Lingkungan Berkelanjutan, maksudnya etika lingkungan non antroposentris yang menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakankelestariandan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital, danmengutamakanpeningkatan kualitas hidup non material.
c. Pro Keadilan Sosial, maksudnya adalah keadilan dan kesetaraan akses terhadapsumberdaya alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan jender.

Zoning Regulation untuk Mewujudkan Kota Berkelanjutan

Rencana tata ruang kota yang baik nampaknya juga belum cukup untuk mewujudkan keberlanjutan. Dalam upaya implementasinya rencana tata ruang harus disertai dengan perangkat peraturan zonasi (zoning code), yang mengatur secara tegas kegiatan apa yang boleh, apa yang bersyarat dan apa yang dilarang pada setiap jenis zona peruntukan. Pelanggaran terhadap peraturan pemanfaatan tersebut akan diancam dengan sanksi. Tanpa peraturan semacam ini, rencana tata ruang hanya akan menjadi macan kertas. Bisa menggonggong tapi tidak bisa menggigit. Sehingga benar apabila dikatakan: better regulation without planning, than planning without regulation.
Peraturan zonasi ini tentu juga harus bersifat pro-lingkungan, terutama terkait dengan upaya perlindungan dan pemulihan terhadap kawasan-kawasan yang berpotensi menurunkan daya dukung kawasan, seperti pengaturan tentang persyaratan RTH di lahan-lahan privat dan kawasan hunian, ketentuan tentang sempadan sungai, danau, dan pantai serta lokasi-lokasi yang diperuntukkan sebagai daerah resapan dan genangan sementara (retention basin). Artinya pengembangan kawasan perkotaan harus mendahulukan kawasan mana yang tidak boleh dibangun, bukan sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Post